Epistemologi Islam
Integrasi Agama, Filsafat, dan Sains
(Perspektif Al-Farabi dan Ibn Rusyd)
Dr. A Khudori Soleh, M.Ag
Kajian tentang epistemologi Al-Farabi dan Ibn Rusyd, menjadi sangat relevan saat ini. Pertama, kedua tokoh ini sama-sama berusaha mempertemukan dikotomi antara wahyu, rasio, dan realitas, yang saat ini dikenal dengan program islamisasi atau integrasi ilmu. Kedua, adanya kecenderungan kuat di kalangan muda Muslim Kontemporer untuk mengkaji ulang warisan kelilmuan Islam klasik dalam upaya membangun peradaban Islam masa depan. Ketiga, kedua tokoh secara geografis mewakili Islam Timur dan Barat, dan secara keilmuan mewakili tradisi neo-Platonis dan Arietotelian Islam sehingga kajian keduanya berarti merangkum keseluruhan wilayah dan mazhab besar pemikiran filsafat Islam.
Al-Farabi (870—950 M), yang mewariskan sedikitnya 119 karya tulis, adalah tokoh besar setelah Aristoteles (384—322 SM) yang berjasa mendefinisikan batas-batas dari setiap cabang pengetahuan serta merumuskan setiap disiplin ilmu dalam suatu metode paling sistematik dan permanen dalam peradaban Islam. Rumusan dan klasifikasi ilmunya dikenal secara luas oleh masyarakat dan paling berpengaruh dalam sejarah peradaban Islam periode awal. Karena itulah, dia diberi gelar al-Muallim al-Tsâni (Guru Kedua) dalam pemikiran Islam setelah Aristoteles (384—322 SM) sebagai “Guru Pertama”. (Prof. Sayyid Husein Nasr)
Ulasan
Belum ada ulasan.