Penulis: Hendra Zainuddin Al-Qodiri & Muhammad Tuwah
Ukuran: 14,8×21 cm
Halaman: 174
ISBN: Proses pengajuan
Dari sekilas rentetan sejarah terbentuknya NU Palembang dapat dilihat bahwa sebenarnya sejak awal pembentukan NU Palembang telah terjalin jaringan intelektual antara ulama Palembang dengan ulama di Jawa dan juga antara ulama Palembang (iliran) dengan ulama di wilayah uluan Palembang. Sehingga lebih mudahkan pembentukan NU di Palembang dan di daerah yang berbasis marga.
Kilas balik sejarah, pada pertengahan abad ke-20 M, per tentangan antara “Kaum Tuo”dan “Kaum Mudo” di
Palembang terus meruncing, sehingga dibentuklah Majelis 10 KH. Hendra Zainuddin Al-Qodiri & Muhammad Tuwah Pertimbangan Igama Islam (MPII) yang diketuai oleh Kemas Haji Abdullah Azhary (Ki Pedatuan).
Meskipun sudah ada wadah para ulama untuk menyelesaikan berbagai masalah khilafiyah. Tetapi, MPII
dianggap “gagal” menjembatani perselisihan-perselisihan tersebut dan hanya bertahan kurang lebih selama tujuh tahun (1930-1937).
MPII sebagai medium berkumpulnya para ulama yang berhaluan Islam tradisional atau disebut dengan ”Kaum Tuo” menjadi cikal bakal munculnya NU Palembang. Sebab Kemas Haji Abdullah Azhary (Ki Pedatuan), KH Abubakar al-Bastari, dan Sayyid Abdullah Alkaf Gathmyr diberi amanah atau ditunjuk menjadi konsul PBNU di Sumatera Selatan, khususnya di Palembang. Tokoh-tokoh inilah yang diutus menghadiri Mukatamar NU pertama (1926) hingga Muktamar NU ketiga di Surabaya (1928). Maka pada tahun 1934, Ki Pedatuan menunjuk
muridnya Habib Muhammad Bin Salim Alkaf sebagai Ketua NU Pertama Cabang Palembang.
Demikian pula pengurus MPII lainnya yang berasal dari berbagai daerah di uluan turut serta menyebarkan NU ke daerahnya masing-masing. Lebih jauh, tidak sedikit ulama dari uluan yang datang ke Palembang untuk belajar agama Islam yang dipusatkan di Masjid Agung Palembang. Menariknya, pembentukan NU di daerah uluan berbasis marga.
Reviews
There are no reviews yet.